Bangsa Indonesia, bangsa yang dicintai Rasulullah

Tatkala salah satu guru Prof. DR. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dan Al-'Allamah al-'Arif billah Syaikh Utsman bersama rombongan ulama lainnya pergi berziarah ke Makam Rasulullah SAW., tiba-tiba beliau diberikan kasyaf (tersingkapnya hijab) oleh Allah swt. dapat berjumpa dengan Rasulullah SAW. Di belakang Nabi Muhammad SAW, sangat banyak orang yang berkerumunan. Ketika ditanya oleh guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki itu:
“Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu?”
Rasulullah SAW. pun menjawab: “Mereka adalah umatku yang sangat aku cintai.”
Dan diantara sekumpulan orang yang banyak itu ada sebagian kelompok yang sangat banyak jumlahnya. Lalu guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki bertanya lagi:
“Ya Rasulullah, siapakah mereka yang berkelompok sangat banyak itu?”
Rasulullah SAW. kemudian menjawab: “Mereka adalah bangsa Indonesia yang sangat banyak mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Akhirnya, guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki itu menangis terharu dan terkejut. Lalu beliau keluar dan bertanya kepada jama’ah: “Mana orang Indonesia? Aku sangat cinta kepada Indonesia.”
(Dikutip dari ceramah Syaikh KH. Muhyiddin Abdul Qadir al-Manafi).

Bukti kecintaan as-Sayyid Muhammad al-Maliki kepada orang Indonesia adalah dengan membangunkan Pesantren khusus untuk orang Indonesia di Mekkah. Dan beliau sangat senang dan bahagia apabila ada orang/ulama Indonesia yang menyempatkan bersilaturrahim di rumahnya. Bahkan beliau sering memberikan buah tangan (hadiah) kepada orang/ulama Indonesia yang bersilaturrahim tersebut.

Nabi Muhammad Saw Pembawa Obor Kemanusiaan

Nabi Muhammad saw sosok pribadi yang agung. Catatan kehidupan beliau, mulai dari kelahirannya sampai beliau wafat telah sampai kepada kita secara komprehensif. Riwayat tentang segala ucapan dan tindakan beliau terpelihara dengan baik sehingga tidak ada sosok lain di dunia ini, yang setiap sisi kehidupanya, setiap aspek karakter dan ajarannya terdokumentasikan dengan baik yang dapat dibandingkan dengan kelengkapan catatan Nabi Muhammad saw. Bahkan hidup beliau sendiri merupakan buku yang terbuka, dimana kepribadian beliau yang suci senantiasa bersinar terang.

Nabi Muhammad saw dilahirkan di Mekkah pada tahun 570 M. Pada saat itu, setiap wilayah di dunia telah tenggelam dalam degradasi moral. Ajaran murni agama Kristen telah semakin memudar. Di India, penyembahan berhala dan ratusan isme semakin berkembang. Diskriminasi rasial yang berdasarkan kasta dan dogma "tak tersentuh" telah merajalela. Situasi ini digambarkan di dalam Al-Qur'an:

Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan, di sebabkan perbuatan tangan manusia... (Ar-Rum: 41)

Bahkan bangsa-bangsa beradab telah berada di tangga terendah dari tangga agama, moral dan spiritual. Bahkan pada abad ke-5 dan ke-6, dunia beradab sedang berdiri di tebing kehancuran moral. Masyakat telah tenggelam pada perbuatan-perbuatan kotor, kebodohan, dan keacuhan. Keburukan dari alkolisme, perjudian, penindasan, tirani, kekerasan, kekejaman dan berbagai perbuatan buruk lainnya adalah hal yang biasa pada masa itu. Kepribadian Nabi Muhammad saw secara alami telah dianugerahi dengan keberuntungan. Ketaatan kepada Sang Pencipta dan cahaya kenabian di dalam diri beliau membuat beliau tidak pernah terpengaruh oleh penyakit masyarakat tersebut. Beliau adalah perwujudan dari kesucian, kemurnian akhlak dan kesalehan.

Dalam kondisi masyarakat seperti itu Allah Taala mengutus Nabi Muhammad saw, pada usia 40 tahun, untuk memimpin umat manusia pada tahun 610 M. Saat Nabi Muhammad saw mengangkat suara melawan kemusyrikan dan penyembahan berhala dan mengajak dunia menuju Keesaan Tuhan yang sejati, orang-orang  dari suku beliau, dan bahkan seluruh bangsa Arab menentang beliau dengan keras. Mereka menganiaya Nabi Muhammad saw dan para pengikut beliau, tetapi Nabi Muhammad saw tidak pernah goyah dan tetap berdiri teguh dalam keyakinannya kepada Keesaan Allah. Meskipun menghadapi penderitaan dan penindasaan yang kuat, beliau tetap gigih menyampai pesan Allah. Para pengikut awwalin memberikan semua pengorbanan  untuk mempertahankan keimanan yang baru itu. Mereka siap untuk berpisah dengan orang-orang terdekat dan orang-orang yang mereka sayangi, mereka siap menderita kerugian harta dan benda-benda berharga yang mereka miliki, semata-mata karena keimanan mereka. Mereka diusir dari rumah mereka, tetapi orang-orang itu tidak berhasil mengusir mereka bahkan menggeser sedikit saja keimanan mereka.

Setelah tiga belas tahun penganiayaan akhirnya Nabi Muhammad saw dan para pengikut beliau berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Tetapi musuh Islam tidak membiarkan mereka begitu saja, bahkan mereka ingin menghapuskan Islam dengan kekuatan mereka. Untuk alasan inilah Allah mengizinkan Nabi Muhammad saw untuk membela diri dengan tujuan semata-mata untuk membangun perdamaian dan kebebasan berkeyakinan. Meskipun dengan perlengkapan yang minim dan pasukan yang kecil, Allah taala menganugerahkan kesuksesan kepada mereka. Hal itu semata-mata karena bantuan dan dukungan dari Allah taala kepada Nabi Muhammad saw.

Hanya delapan tahun setelah hijrah dari Mekkah, orang-orang Mekkah tunduk kepada Nabi Muhammad saw. Pada saat itu bisa saja beliau menetapkan balas dendam kepada orang-orang kafir Mekkah atas kebiadaban mereka sebelumnya, karena beliau sekarang telah bertindak sebagai pemenang, tetapi beliau memilih untuk memaafkan mereka semua. Tindakan pengampunan tersebut tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia.


JAWABAN SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID

Sudah lama kaum muslimin merayakan maulid Nabi SAW. Tetapi hingga kini, masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Menurut mereka peringatan maulid bukan berasal dari Rasulullah SAW dan bukan ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah sesuai dengan prinsip agama atau justru sebaliknya.
Diantara ulama kenamaan dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak ditujukan kepada kaum Ahlussunnah wal jama’ah, adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Dalam ulasannya yang panjang lebar tentang peringatan maulid beliau mengatakan:
“ Hari maulid Nabi SAW bukanlah ‘id, dan kita tidak memandangnya sebagai ‘id, karena ia lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada ‘id. ‘Idul fitri dan ‘Idul ‘Adha hanya berlangsung sekali setahun, sedangkan peringatan maulid, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkaiit sengan waktu dan tempat.
Hari kelahiran beliau lebih agung daripada ‘id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa ‘id dan berbagai kegembiraan yang ada didalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai Rasul), Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, kemenangan dalam Perang Badar, dan fath Makkah, karena semua itu berhubunga dengan beliau dan denga kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar ”.
Sebelum mengemukakan dalil-dalil mauid, Sayyid Muhammad bin Alwi Alwi Al-Maliki menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan maulid.
Pertama, memperingati maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, terlebih pada bulan kelahiran beliau, Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau yaitu hari senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, ”Mengapa kalian memperingati Maulid?”, karena seolah-olah ia bertanya “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW ?”
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adala utusan Allah ? seandainya saya harus menjawab, cukuplah saya menjawab, “ Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dan bahagia dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin “.
Kedua, yang dimaksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengar sirah beliau dan mendengar puji-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, berkumpulnya orang untuk memperingati acara tersebut adalah sarana terbesar untuk berdakwah. Bahkan para da’i dan ulama WAJIB mengingatkan umat tentang Rasulullah, baik akhlaq, hal ihwal, sirah, muamalah, maupun ibadahnya, disamping menasihati untuk menuju kebaikan serta memperingatkan dari bala, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Rasulullah SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa, ketika beliau ditanya mengapa berpuasa di hari senin, beliau menjawab, “ Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syara’.

DALIL-DALIL MAULID
Pertama, peringatan maulid adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau bahkan orang kafir saja mendapatkan kegembiraan itu (sebagai tanda suka citanya Abu Lahab memerdekakan budaknya, Tsuwaibah. Kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba, demikian rahmat Allah SWT terhadap orang yang bergembira dengan Rasulullah SAW.)
Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang terbesar yang telah diberikan kepadanya.
Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “ Katakanlah, ‘ dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS. Yunus: 58). Sedang Rasulullah SAW adalah rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut didalam Al-Qur’an, “ Dan tidak kami utus engakau melainkan menjadi rahmat semesta alam.”
( Al-Anbiya’: 107).
Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat.apabila dating waktu ketika peristiwa itu terjadi,itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengingatnya dan mengagungkan harinya.
Kelima, peringatan Maulid nabi SAW mendorong orang untuk bershalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ahzab 56, “Sesungguhnya Allah dean beserta para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershlawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya”.
Keenam, dalam peringatan Maulid disebutkan didalamnya tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikannya semua secara detail.
Ketujuh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu diantaranya adalah,”pada hari itu Adam diciptakan.” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan kelahiran Rasulullah sebagai nabi yang paling utama, dan rasul paling mulia?
Kedelapan, dalam peringatan mauled tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
Kesembilan, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud:120). Dari ayat ini jelaslah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.
Kesepuluh, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu harus dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.
Kesebelas, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscyat haramlah pengumpulan Al-Qur’an, yang dilakukan oleh Abu Bakar RA, Umar RA, dan Zaid RA, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Haram pula apa yang telah dilakukan oleh Umar RA ketika mengumpulkan orang-orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah diharamkan.
Contoh, televisi, handphone, listrik, lampu, motor, computer, dan lain-lain, semua itu tidak ada dizaman Nabi namun mengapa tidak ada yang mengatakan bid’ah.
Keduabelas, memperingati Maulid SAW berarti menghidupkan ingatan (kenagan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana sebagian besar Amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji masa lalu.